Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ini bertujuan untuk membangun negara yang berlandaskan islam dan ingin memisahkan diri dari negara Indonesia. Pelopor gerakan DI/TII adalah Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Dengan ditandatanganinya Perjanjian Renville pada tanggal 8 Desember 1947 membuat pasukan TNI harus hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Namun, kepindahan tersebut tidak diikuti oleh pasukan Hizbullah dan Sabilillah yang dipimpin S.M. Kartosuwiryo. Menurut S.M. Kartosuwiryo, tidak seharusnya Republik Indonesia melepaskan Jawa Barat kepada Belanda setelah berjuang bersama dalam mencapai kemerdekaan. S.M. Kartosuwiryo kecewa dan tidak mengakui lagi keberadaan Republik Indonesia dan kemudian memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. S.M. Kartosuwiryo membentuk Tentara Islam Indonesia (TII) dengan markasnya di Gunung Geber.
Kembalinya pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menimbulkan bentrokan dengan TII. Untuk menumpas gerakan tersebut, pemerintah mulai tanggal 27 Agustus 1959 melakukan operasi militer di bawah pimpinan Ibrahim Adjie, Pangdam Siliwangi. Operasi tersebut bernama Operasi Pagar Betis dan berhasil menangkap S.M. Kartosuwiryo di Gunung Geber, Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 4 Juni 1962. S.M. Kartosuwiryo diadili dan dijatuhi hukuman mati.
Kembalinya pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menimbulkan bentrokan dengan TII. Untuk menumpas gerakan tersebut, pemerintah mulai tanggal 27 Agustus 1959 melakukan operasi militer di bawah pimpinan Ibrahim Adjie, Pangdam Siliwangi. Operasi tersebut bernama Operasi Pagar Betis dan berhasil menangkap S.M. Kartosuwiryo di Gunung Geber, Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 4 Juni 1962. S.M. Kartosuwiryo diadili dan dijatuhi hukuman mati.